PERMAINAN
BATU TUJUH
Oleh
Fiebriantie ( VII A )
Hai teman- teman,
perkenalkan namaku Reika panggil saja aku Ika biar kita lebih akrab giti lho.
Oh ya, aku tinggal di Dusun Tanjung Ular Desa Air Putih Kecamatan Muntok
Kabupaten Bangka Barat.
Dusun kami kaya akan
hasil laut, pertambangan timah, karet dan juga kelapa sawit. Walaupun kami kaya
akan hasil kekayaan laut dan perkebunan tetapi kami juga kaya akan permainan
tradisionalnya.
Ya, mungkin permainan
itu sudah ada sejak zaman nenek moyangku. Permainan yang biasa dimainkan oleh
anak-anak di dusunku ini salah satunya adalah batu tujuh.
Permainan ini asyik
sekali lho, dan cara mainnya pun gampang, kita tinggal menyiapkan 7 buah batu
kecil dan 1 buah batu besar. Cara bermainnya kita terlebih dahulu harus
menyusun 7 buah batu kecil di lingkaran yang ukurannya agak sedang dan
meletakkan 1 buah batu besar itu disamping batu kecil, nah setelah itu kita
tinggal menentukan siapa yang menjaga dengan cara hompimpah, permainan ini juga
sama dengan permainan petak umpet, bedanya jika yang menjaga sudah menemukan
kita yang sembunyi dia tinggal menginjak batu besar yang ada di dekat batu
kecil. Itu artinya kita sudah ditemukan oleh si penjaga.
Kalaupun sudah ada yang
tertangkap kita bisa menyelamatkan mereka dengan cara menendang batu kecil itu
tetapi tidak boleh keluar dari lingkaran yang sudah di gambar. Nah, begitulah
cara mainnya.
Sepulang sekolah aku akan mengajak Dino,
Andi, Laras dan Dinda untuk bermain batu tujuh.
“Hai, teman-teman.”, Sapa ku ramah.
“Hai Ika, ada apa ?” Tanya Andi.
“Nanti sore kita main, yuk.” Ajakku.
“Bermain apa?”, jawab Laras dan Dinda.
“Itu loh, permainan yang biasa kita
main, masa kalian tidak ingat ?” ucapku.
“Oh… batu tujuhkan ?” Jawab semuanya
dengan serempah.
“Yap, tepat sekali” Jawabku sambil
tersenyum.
“Kalau begitu nanti sore kami ke rumahmu
ya!” Ucap Dino dengan semangatnya.
“Oke, sampai ketemu nanti ya” Jawabku
sambil tersenyum kecil.
“Ku tunggu lho!” Ucapku sambil pergi
meninggalkan mereka.
Sore pun tiba, Dino,
Andi Laras, dan Dinda pun datang ke rumahku.
“Ikaaa…….” Panggil Dino, Andi, Laras,
dan Dinda dengan serempak.
“Ya, tunggu sebentar” Ucapku sambil
setengah berteriak.
Aku pun keluar rumah
menemui mereka.
“Maaf ya, telah membuat kalian semua
menunggu” Ucapku dengan rasa bersalah.
“Ika, kamu ini selalu telat ya, padahal
kami sudah lama menunggu” Kata Laras dan Dinda dengan ketus.
“Ya, maaf deh maaf” Jawabku sambil
tersenyum-senyum.
“Tapi Ika, kamu itu harus menghargai
kita dong, masa kita harus menunggu kamu terus!” Kata Andi dengan muka masam.
“Iya tuh…benar apa kata Andi”, Ucap
Laras.
“Iya….iya, kok aku jadi diceramahin
sih”, ucapku sambil cemberut.
“Makanya, jangan suka buat kami menunggu
kamu terus. Sekali-sekali kamu yang menunggu kita” ucap Dinda.
“Ya…., sudahlah ayo kita main” Ajak
Dino.
“Ayo” Ucap kami semua dengan semangat.
Pada saat kami semua
ingin pergi ke lapangan untuk bermain batu tujuh, tiba-tiba terdengar suara
dari arah belakang kami. Sontak kami semua terkejut, kami pikir itu suara siapa
ternyata itu suara nenekku. Nenekku itu bernama Nek Rati. Ia sangat menyukai
permainan tradisional nenekku pun tahu banyak hal tentang permainan
tradisional. Walaupun usianya yang sudah tua dan mudah lupa akan tetapi ia
tetap ingat akan permainan tradisional yang kaya akan budaya, salah satunya
batu tujuh.
“Oh.. ternyata nenek, bikin kaget saja”
Ucapku.
“Iya nek, kami pikir tadi siapa” Ucap
Dinda.
“Oh, maaf ya cu” Ucap nenekku.
“Aah, tidak apa kok Nek, memangnya ada
apa Nek ? Tanyaku.
“Tidak Cu, Nenek cuma mau tanya kalian
semua mau pergi kemana ?” Tanya Nenek.
“Kami mau pergi ke lapangan Nek” Ucapku.
“ Ke lapangan…? Memangnya kalian mau apa
?”
“Kami ingin bermain batu tujuh, nek ?” Ucap
kami semua dengan serentak.
“Batu tujuh ? Nenek jadi terbayang masa
lalu nenek, dulu nenek suka sekali bermain batu tujuh bersama teman-teman nenek.”
Ucap Nenekku sambil mengingat-ingat masa lalunya.
Tapi terkadang aku
sering bertanya-tanya, kenapa sih nama permainan ini batu tujuh dan mengapa
batu itu harus tujuh. Apa maksudnya susunan tujuh batu itu. Daripada aku
penasaran, aku pun bertanya kepada nenek.
“Nek” Panggilku.
“Ya Cu, ada apa?” Tanya nenek.
“Aku ingin tanya tentang permainan batu
tujuh” Jawabku pada nenek.
“ Batu tujuh…. Emangnya ada apa cu ?”
Jawab Nenek heran.
“Begini nek, aku heran kenapa permainan
ini harus memakai batu dan bertingkat tujuh?” Tanyaku pada nenek dengan rasa
penasaran.
“Iya nek, kenapa”” Tanya Dino, Andi,
Laras, dan Dinda dengan rasa penasaran juga.
“Hmm… dulu nenek juga tidak tahu kenapa
harus memakai batu dan juga kenapa harus bertingkat tujuh. Tapi akhirnya nenek
tau maksud dari permainan ini. Maksudnya tujuh batu yang kita susun itu artinya
adalah iman kita, jika iman kita kuat dan tidak mudah dihancurkan ibaratnya
seperti batu keras dan susah untuk dihancurkan asal kita mempunyai iman yang
kuat dan tidak mudah goyah maka iman kita akan berdiri kokoh seperti ibaratnya
dengan batu yang disusun bertingkat dengan kokohnya dan jika iman kita tidak
kuat dan mudah goyah maka kita akan mudah dihancurkan walaupun semulanya kita
memiliki iman yang kokoh tapi jika tidak menjaganya dan seenak-enaknya maka kita
akan jatuh dan iman kita menjadi cerai berai, sama dengan permainan batu tujuh.
Batu yang sudah kita susun sekokoh-kokohnya tapi jika kita tidak menjaganya
dengan benar maka orang dengan mudahnya menendang batu kokoh itu”, jelas nenek
dengan panjang lebar.
“Oh.. begitu ya Nek” Ucapku dengan
terkagum-kagum mendengar penjelasan Nenek.
“Wah, aku pikir ini hanya sebuah
permainan saja, Nek.” Ucap Dino.
“Iya ya, aku pikir selama ini batu tujuh
hanya permainan saja” Ucap Andi.
“betul, ternyata banyak sekali unsure
keagamaan yang terdapat pada permainan batu tujuh. “Walaupun hanya permainan
ternyata juga sebagai contoh iman kita masing-masing ya..” Ucap Laras.
“Ya, jadi kita harus terus
mempertahankan permainan tradisional ini” kata Dinda dengan semangat.
“Benar sekali”, ucapku dengna nenek
sambil tersenyum-senyum kecil.
Nenek pun berkata
“Kalian harus janji, terus melestarikan
permainan tradisional yang kaya akan unsur budaya ini agar dapat dinikmati juga
deh anak dan cucu kalian”.
“Kami janji” jawab kami semua dengan
serentak.
Kami pun pamit pergi ke
lapangan untuk bermain batu tujuh.
“Kami pergi dulu ya Nek!” Pamitku dan
teman-teman.
“ya, hati-hati di jalan ya cu.” Ucap Nenek.
“Iya Nek” Kataku.
Aku dan teman-teman pun
pamit setelah itu kami pun menuju lapangan. Sesampainya disana kamipun membagi
tugas. Aku, Dinda dan Laras mencari tujuh buah batu kecil sedangkan Dino dan
Andi mencari satu buah batu besar setelah semuanya terkumpul kami pun membuat
lingkaran sedang dan menyusun tujuh buah batu kecil di tengah-tengah dan
meletakkan satu buah batu besar disamping batu kecil. Sesudah itu kami pun
menentukan siapa yang jaga dengan cara hompimpa. Ya…… ternyata aku sendiri yang
jaga.
“Huuh… kok aku sih yang jaga!” Gerutuku
kesal.
“Ha,ha,ha,ha… ternyata kamu yang jaga
kasihan deh Ika.” Kata Laras sambil tertawa.
“Eh, kalian mengapa malah mentertawakan
aku sih.” Ucapku dengan marah.
“Sudah-sudah ini kan cuma permainan.” Kata
Dino menengahi.
“Iya Ika”, Kata Andi.
“Ya sudah, ayo cepat jaga.” Ujar Dinda.
“Iya-iya…” Jawabku pasrah.
Akupun menutup mata dan
berhitung sampai sepuluh setelah selesai aku pun mencari mereka, susah sekali
mencari mereka. Apalagi lapangan ini luas sekali dan banyak pohon-pohon yang
lebat. Tapi saat aku mencari di dekat semak-semak terlihat baju berwarna biru,
sepertinya itu baju Andi ujar ku dalam hati. Aku pun menggom Andi dengan
menginjak batu besar yang ada di dekat batu kecil itu. Ternyata aku salah duga
baju biru itu sebenarnya baju Dino, Andi pun tidak terima dan terjadilah adu
mulut antara aku dan Andi.
“Ika, kamu itu curang” ucap Andi dengan
kasar.
“Tidak, aku tidak curang kok” kataku
sambil membela bahwa aku tidak bersalah.
Teman pun keluar dari
tempat persembunyian mereka.
“Ada apa ini?” Tanya Dino dengan heran.
“Ini Din, si Andi bilang aku bermain
curang padahalkan aku tidak curang.” Kataku sambil membela diri.
“Tidak Din, sih Ika emang curang” kata
Andi dengan marah.
“Bukan aku yang curang tapi kamu!” Balasku.
“Adanya yang curang itu kamu!” Balas
Andi tidak mau kalah.
“sudah-sudah kalian jelaskan satu-satu”,
kata Dino menengahi.
Aku pun menjelaskan
kalau aku salah mengira kalau baju biru yang aku lihat di semak-semak itu
adalah baju Andi, ternyata baju itu adalah baju Dino, aku kan tidak tahu
jelasku panjang lebar kepada teman-teman.
“Oh… begitu.” Ucap Dino.
“Kalau begitu kalian berdua baikan”,
kata Dino kepadaku dan Andi.
“Iya deh.” Jawab kami berdua.
“Maaf ya Andi aku salah.” Kataku.
“Iya, aku juga salah, maaf ya…” Balas
Andi.
“Nah kalau begini kan enak dilihat kalau
kalian akur lagi” kata Dino sambil tersenyum.
“Iya, jangan pada berantem kapan kita
mau main lagi kalau kalian pada berantem.” Kata Laras.
“Iya nih, kita main lagi yuk…”Ajak Andi
“Ayo.” Jawab kami semua dengan penuh
semangat.
Aku menghitung lagi
sampai sepuluh, setelah mereka semua
sembunyi aku pun langsung mencari mereka. Rasanya sulit sekali mencari mereka. Sudah
aku cari dimana-mana tetap tidak ketemu akhirnya aku berhasil menemukan Laras,
tetapi aku terkecoh dan akhirnya batu ku ditendang oleh Dinda akhirnya Laraspun
bebas.
Berkali-kali aku
mencari, berkali-kali pula aku yang
menjaga huuuuhhh….!!! Aku sudah capek mencari mereka kesana kemari.
Sekali mereka
tertangkap mereka terlepas lagi, aku memang tidak pandai menjaga buktinya aku
terkecoh terus.
Hari sudah senja aku
pun telah mencari mereka akhirnya aku menyerah dan mengajak mereka pulang.
“Teman-teman aku menyerah.” Kataku
sambil terengah-engah.
“Ah, kamu selalu saja capek.” Kata
Laras.
“Tapi seru ya.” Kata Dino dan Andi.
“Iya seru sekali.” Kata Laras dan Dinda.
“Kalian sih enak, aku nih yang sengsara.”
Ucapku dengan ketus.
“Iya maaf ya, ayo kita pulang.” Kata
Dino.
“Ayo.” Jawab kami semua dengan serentak.
Saat di perjalanan
pulang kami bercakap-cakap.
“Hei, kita beruntung ya punya permainan
yang kaya akan unsur budayanya.” Kata ku.
“Iya kita beruntung sekali” balas Dinda.
Di perjalanan pulang
kami berjanji untuk menjaga dan melestarikan kekayaan budaya tradisional yang
ada saat ini agar nanti dapat juga dirasakan oleh anak dan cucu kita semua.
Hal yang dapat dipetik dari cerita di
atas adalah:
1.
Kita harus melestarikan hasil kebudayaan
tradisional yang kita miliki.
2.
Bersyukur atas kebudayaan yang kita
miliki
Tidak ada komentar:
Posting Komentar